Selasa, 21 Desember 2010

LoNg tiMe No See...Ketemu JuGa...BinguNg2 dEh

hufff lama juga gag ngeblog. Sekarang nyoba lagi nulis-nulis tulisan acakadut bin gag jelas dan serba ngawur....! Serba susah juga ea lama gag ketemu temen trus tiba2 dalam waktu yang mendadak mereka tiba-tiba muncul di depan muka....! hahahahaha hari ini gw ketemu temen2 deket waktu gw kuliah, sayangnya waktunya tabrakan sama agenda gua yang laen. huufft bingung deh ngerancang plan 2 coz emang dari awal gag nyangka bakalan ketemu mereka dalam waktu deket ini.

Ahh tau deh ahh.. moga aja agenda yang satu lagi setelah ketemu temen2 lama ini bisa direncanakan ulang...! siap2 muter otak buat plan ke dua...

Selasa, 06 November 2007

Arti Seorang Sahabat...

Kenapa disaat terjatuh kita ingin seseorang memeluk kita atau sekedar menemani kita? Mengapa juga ketika disakiti kita inginkan seseorang untuk tempat kita mengadu?

Mungkin kita akan menjadi sakit kembali ketika melihat atau mendengar seseorang yang kebetulan mirip dan dekat dengan orang yang pernah melukai kita. Adakalanya dengan ketakutan dan kebingungan kita memutuskan tidak akan pernah percaya dan mencintai siapapun lagi Kitapun merasakan senang jika ada seseorang yang selalu disisi kita saat sedih maupun saat senang.

Seseorang yang selalu membantu kita tanpa mengharap apapun selain senyuman kita Yang mengerti, yang memahami dan menerima kita apa adanya.

Beberapa dari kita menyebutnya sahabat perjalanan hidup. Sebagian lebih sederhana mengatakan teman seperjuangan. Bagi yang romantis menyatakan kekasih hati.Teruntuk yang telah menikah mengakui bahwa Tuhan menciptakannya agar kita tidak merasa kesepian. Sejauh mana beda dari semua itu?

Kenapa bersahabat? Benarkah hidup terlalu keras untuk dijalani seorang diri? Atau karena kita ingin menumpahkan rasa sayang dan cinta yang ada dalam hati? Mungkinkah karena kita memiliki sesuatu yang sejalan hingga kita menyamakan orang lain dengan apa yang kita rasakan?

Sungguh! Betapa sulit mencari sahabat diwaktu kita tengah kesusahan Dan benarlah betapa mudah mengajak seseorang untuk bergabung dalam kegembiraan kita

Memang....kita semua begitu tidak menyukai penderitaan, meski kita tahu tidaklah mungkin bisa lepas darinya. Meski kita semua tahu hidup hanyalah ritme bergantian antara kesedihan dan kesenangan. Walau kita sadar kebahagiaan hanya milik orang-orang yang pernah menderita dahulu. Dan tiap orang pastilah punya arti sendiri dalam memaknai penderitaan dan kebahagiaan

Siapa yang kau anggap sahabat? Apakah seseorang yang tiada pernah menyakitimu? Mungkinkah seseorang yang tidak akan pernah meninggalkanmu? Betulkah seseorang yang kamu memutuskan untuk mempercayainya?Atau seseorang yang tidak pernah mengatakan kebaikannya padamu?

Seumpama kita bisa mendengar hati orang lain dan memang benar mau mendengar? Tak pernah ada yang mempunyai cita-cita untuk jadi orang jahat dan hidup tidak berbahagia. Seandainya kita bisa melihat dan memang benar mau melihat? Ketika seseorang tengah tertidur pulas Kita akan bisa untuk lebih berfikir beberapa kali sebelum berani sekedar berprangsangka keji apalagi untuk menyakitinya.. Tetapi kenapa itu terkadang terpaksa harus?

Disaat kita tiba-tiba merasa peduli dengan seseorang, kita seolah bisa merasakan apa yang sedang menjadi bebannya dan kita ingin meringankannya. Namun terkadang kita sangat acuh kepada seseorang yang benar-benar membutuhkan kita

Apa yang kita cari? Untuk siapa dan untuk apa kita di ciptakan didunia ini?Apa beda kita dengan orang lain?

Sedalam kelemahan kita harusnya kita lebih sering berkata "maaf" dibanding "aku' jika kita memang manganggapnya sahabat
Setinggi keinginan kita harusnya kita lebih berbahagia berkata "aku tidak mau merepotkanmu" dibanding "mengertilah diriku" jika kita telah mengerti bahwa dia sahabat kita

Membayangkan kita berbahagia sendiri sedang sahabat-sahabat kita kesusahan haruskah kita makan dan tidur dengan tenang?
Mungkin lebih baik semua sahabat telah berbahagia dan kita turut berbahagia meski itu harus berbohong demi perasaan itu
Karena surga masih terlalu luas untuk semua ini, kenapa tidak berbagi?

Bertahanlah, karena sahabatmu adalah semua yang pernah hadir dalam hatimu
Berterimakasihlah, sahabatmu adalah semua yang telah membentukmu hingga kamu menjadi seperti sekarang ini
Bersiaplah, karena kamu akan masih kehilangan banyak sahabat untuk menemukan sahabat-sahabat baru sepanjang perjalannan hidupmu.

Dan berdo'alah semoga semua sahabat bisa berkumpul bersama di surga nanti......

Maka Nikmatilah, Karena Ini Pun Akan Berlalu

Saat di depanmu terhidang nasi sayur tahu tempe, mengapa mesti sibuk berandai-andai dapat makan ikan, daging atau ayam ala resto? Padahal kalau saja kau nikmati apa yang ada tanpa berkesah,
pastilah rasanya tak jauh beda. Karena enak atau tidaknya makanan lebih tergantung kepada rasa lapar dan mau tidaknya kita menerima apa yang ada. Maka nikmatilah, karena jika engkau terus mengharap makanan yang lebih enak, makanan yang ada di depanmu akan basi, padahal belum tentu besok engkau akan mendapatkan yang lebih baik daripada hari ini.

Saat engkau menemui udara pagi ini cerah, langit hari ini biru indah, mengapa sibuk mencemaskan hujan yang tak kunjung datang? Padahal kalau saja kau nikmati adanya tanpa kesah, pastilah kau dapat mengerjakan begitu banyak kegiatan dengan penuh kegembiraan. Maka nikmatilah, jangan malah resah memikirkan hujan yang tak kunjung tumpah. Karena jika kau tak menikmatinya, maka saat tiba masanya hujan menggenangi tanahmu, kau pun kan kembali resah memikirkan kapan hujan berhenti.

Percayalah, semua ini akan berlalu, maka mengapa harus memikirkan sesuatu yang tak ada, namun suatu saat pasti akan hadir jua? Sedang hal itu hanya akan membuat kita kehilangan keindahan hari ini karena mencemaskan sesuatu yang belum pasti.

Saat engkau memiliki sebuah pekerjaan dan mendapatkan penghasilan, meski tak sesuai dengan yang kau inginkan, mengapa mesti kesal dan membayangkan pekerjaan ideal yang jauh dari jangkauan? Padahal kalau saja kau nikmati apa yang kau miliki, tentu akan lebih mudah menjalani. Maka nikmatilah, karena bisa jadi saat kau dapatkan apa yang kau inginkan, ternyata tak seindah yang kau bayangkan. Maka nikmatilah, karena bisa jadi saat sudah kau lepaskan, kau akan menyesal, ternyata begitu banyak kebaikan yang tidak kau lihat sebelumnya. Ternyata begitu banyak keindahan yang terlewat tak kau nikmati.

Maka nikmatilah, dan jangan habiskan waktumu dengan mengeluh dan menginginkan yang tidak ada. Maka nikmatilah, karena suatu saat, semua ini pun akan berlalu. Maka nikmatilah, jangan sampai kau kehilangan nikmatnya dan hanya mendapatkan getirnya saja. Maka nikmatilah dengan bersyukur dan memanfaatkan apa yang kau miliki dengan lebih baik lagi agar besok menjadi sesuatu yang berguna. Maka nikmatilah karena ia akan menjadi milikmu apa adanya dan hanya saat ini saja. Sedang besok bisa jadi semua telah berganti.

Jika hari ini engkau menderita, maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu, jangan biarkan dia pergi, kemudian ketika kau harus lebih menderita suatu saat nanti, engkau tidak sanggup menahannya. Maka nikmatilah rasa sedihmu, dengan mengenang kesedihan yang lebih dalam yang pernah kau alami. Dengan membayangkan kesedihan yang lebih memar pada hari akhir nanti jika kau tak dapat melewati kesedihan kali ini.

Dengan menemukan penghapus dosa pada musibah yang kau alami kini. Maka nikmatilah rasa galaumu, dengan betafakkur lebih banyak atas permasalahan yang kau hadapi. Dengan memikirkan kedewasaan yang kan kau gapai atas resah dan galau itu. Dengan kematangan yang akan kau miliki setelah berhasil melewati semua ini. Maka nikmatilah rasa marahmu, dengan kemampuan mengendalikan diri. Dengan memikirkan penggugur dosa yang kan kau dapatkan. Dengan mendapatkan kemenangan atas diri pribadi yang tak semua orang dapat lakukan.

Maka nikmatilah, dengan berpikir positif atas apa pun yang kau jalani, atas apapun yang kau hadapai, atas apapun yang kau terima, karena dengan begitu engkau akan bahagia. Maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu jua. Maka nikmatilah, karena rasa puas dan syukur atas apa yang telah kita raih akan menghadirkan ketenteraman dan kebahagiaan. Sedang ketidakpuasan hanya akan melahirkan penderitaan. Maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu. Maka nikmatilah, agar
engkau tidak kehilangan hikmah dan keindahannya, saat segalanya telah tiada. Maka nikmatilah, agar tak hanya derita yang tersisa saat semua telah berakhir jua.

Sumber: Maka Nikmatilah, Karena Ini Pun Akan Berlalu oleh Azimah
Rahayu

Senin, 17 September 2007

I miss that days..

Dear my old friend... taw kapan elo bisa baca tulisan ini, tapi yang jelas hari ini malam terasa begitu beku disini. Waktu terasa begitu lambat berjalan. Yah... jam, menit dan detik seakan sudah malas berputar-putar lagi dalam jam dinding di kamar ini. Terasa benar begitu sepi hari-hari belakangan ini. Yah.. sekarang kamu sudah pergi terbang menjauh dan aku hanya bisa menatap kamu terbang tanpa tahu apakah akan kembali esok nanti.
Yah... kondisi disini masih sama, yang berbeda hanya kamu sudah tidak ada lagi disini, itu saja. seperti biasa pula kontrakan sunyi senyap, yap... kamu pasti bisa menebak dengan baik kalau saat ini temanku hanya monitor komputer rokok dan kopi itu saja, mengenaskan bukan...?
Yah... jujur aku akuin kalau malam ini aku kangen banget sama keberadaan kalian. Aku ingin kalian tahu kalau aku sangat menikmati kebersamaan yang pernah ada. Aku rindu waktu-waktu yang kita isi bersama, ngerokok bareng di dalem kamar, di atap rumah atau di trotoar jalan sambil bercerita dan berbagi kesah tentang hidup. Aku rindu umpatan kalian, suara tawa kalian, aku rindu semua itu...!! Yah.. memang semuanya menjadi terasa begitu manis dan indah ketika semua itu sudah berakhir. So... selamat jalan kawan...!! Semoga kita semua bisa bermetamorfosis sempurna agar dapat terbang keangkasa.

Selasa, 04 September 2007

Berdamai dengan Masa Lalu

Berdamai dengan masa lalu... Hmmff... kayaknya hal itu yang harus aku coba saat ini. Aq baru aja nyadar saat ini klo apa yang udah manusia alami selama hidupnya itu gak bisa serta-merta dibuang begitu saja. yah... sampe kapanpun manusia tidak akan mungkin bisa ngelupain apa yang pernah dia alamin di waktu-waktu yang sudah lewat. Semakin keras kita berusaha membuang, menghilangkan, atau menghapus memori yang tersimpan di kepala kita maka semakin dalam pula memori itu menancap di otak kita dan semakin kokoh dan jelas gambaran yang sebenarnya ingin kita lewatkan dan lupakan.

Ya... qt gak pernah bisa menghapus jejak dari masa lalu, qt hanya bisa berdamai dengannya dan lanjutkan hidup ini dengan membawa masa lalu sebagai teman, guru dan pembimbing untuk memandu jalan kita dalam hidup. pesen buat elo wied "Stop bersedih dan berusahalah menerima apa yang sudah terjadi, percayalah segala masalah datang hanya untuk membuat elo semakin besar dan kuat. Nikmati aja kenangan yang dah elo terima selama ini, terlepas pahit atau manis kenangan itu. Inget... manusia memang gak akan bisa lepas dari sejarah sebab kita ada didalam sejarah itu sendiri. Ya...kitalah pelaku sejarah itu sendiri".

Senin, 27 Agustus 2007

prewords : Semangat...Semangat...Semangat...!!!

Hari ini Dhani, abang gue telpon lagi. DAn seperti biasa, dia cuma bilang beberapa kata yang sudah mulai kuhafal. "Gimana skripsimu Wid...?? kok ngga' ada kabarnih....Semangat dong...!! dimaksimalin segala potensi yang ada. Sayang klo umur produktif kamu jadi ga kepake gara-gara batas maksimum umur di perusahaan yang hanyasampai 26 tahun lewat begitu aja.Orang-orang kaya' kita emang harus berusaha keraasbuat ngerubah nasib, soalnya segala sesuatunya terbatas," yah cuma itu yang dia ucapkan di pagi ini.
Pusiiing....!!! kenapa seih sampe sekarang kerjaan gue yang terakhir di bangku kuliah ini nggak kelar-kelar..?? gue sebenernya sadar gue tuh udah gak masuk lagi kalo disebut sebagai seorang mahasiswa. Yah... sekarang dah semester 13 bung...!! tentunya tu bukan semester yang wajar khan..? kadang emang aku mikir apa yang kakakku bilang, tapi sayangnya justru setelah aku berfikir justru aku semakin takut buat berjalan kedepan. Aku belum siap lulus, aku belum punya bekal...!! Gimana bisa semangat? Mau usaha modal ngga' ada, koneksi ngga'punya, dah gitu nyari kerja susah lagi.
Kadang ngenes klo liat Fandi samaToni (adek gue). Gue bingung mbayangin masa depan mereka. Jelas mereka bakal ngga bisa kebagian apa-apa, zaman mereka nanti kuliah pasti mahal padahal sudah bisa di pastikan Bokap pensiun pas Fandi lulus SMA, nah biaya kuliah fandi sama biaya sekolah Toni gimana..?? Abang gue masih kerja di tempat yang bergaji rendah, gue lebih parah, masih jadi pengemis ke ortu tiap bulan. Bisa dibilang pasukan Infanteri (abang gue, gue, ma Dian (adek gue) buka jalan buat Fandi plus Toni masih belum punya amunisi yang cukup buat perang sama dunia. Untung pagi ini ada kabar yang sedikit menggembirakan, ada tawaran kerja pagi ini dan yang bikin lebih senang lagi fee nya lumayan gede.
Yah... moga aja ini awal baru buat menata hidup, bikin koneksi baru dan ilmu baru. satu lagi... besok gue mo kekampus yang menuntaskan amanah orang tua, menyelesaikan skripsi. Yah... semoga saja gue lahir bukan untuk menjadi seorang pecundang. Semangat...Semangat...Semangat...!!!

Kamis, 23 Agustus 2007

Catatan Pinggir

Hanya sebuah ungkapan tanpa makna…..


Alhamdulillah, akhirnya bangsa ini ketemu lagi sama agustusan, dimana-mana ada nuansa kemeriahan, gapura ditiap-tiap gang di hiasi warna merah dan putih. Mendadak semuanya terlihat begitu syukur terhadap jerih payah para pejuang. Di seling acara-acara televisi masih terdengar suara khidmat Bung Karno membacakan naskah Proklamasi, Indonesia Raya (bukan versi Roy Suryo-pen.) juga lagu Hari Merdeka serentak sering terdengar dimana-mana. Rendezvous.....


Panjat pinang, aneka lomba dan panggung pementasan ada dan berdiri di tiap-tiap tempat, tidak hanya di kota-kota besar, di kampung paling pelosok pun ada. Inilah Indonesia, yang sejak 17 Agustus enampuluh dua tahun silam berani menyatakan kemerdekaannya, tepat di hari Jum’at tahun 1945 lantang tegak berdiri sebagai sosok yang bersiteguh melawan segala bentuk imperialisme.
Layak disyukuri bahkan teramat wajib bagi kita semua untuk berucap syukur karena kemerdekaan yang didapat pada masa itu ditebus dengan ceceran darah, desing mortir dan mesiu, luka, tangis dan kematian dari jiwa-jiwa agung yang lebih merindukan keabadian (Semoga Allah memberikan tempat yang sangat mulia di hari akhir nanti... amin).

Tapi saat ini yang dibutuhkan bukan hanya kemeriahan kosong saja, melainkan sebuah perenungan kembali atas amanah kemerdekaan yang kini menjadi tanggung jawab kita. Setidaknya kita harus mulai berani mempertanyakan eksistensi keberadaan kita sebagai sosok anak bangsa yang harus menopang Ibu Pertiwi yang kita cintai ini agar tetap tegar berdiri meski zaman dan kegilaan imperial yang kini menjelma dengan wajah yang semakin halus dan menakjubkan sudah menanti. Cintakah kita pada tanah air ini...? Pedulikah kita terhadap Tanah Lahir kita...? Sayangkah kita terhadap udara kemerdekaan yang kita hirup saat ini...?. Bila cinta, bila peduli, bila sayang apa wujudnya...?. Dosakah anak yang mendurhakai orang tuanya...? Dosakah bangsa yang tidak lagi cinta terhadap tanah airnya...?


Sedalam apa cinta kita...?, pastinya tidak sedalam lautan bukan...?, kita seperti turis yang berdiri di tepi pantai menghirup udara segar sambil menatap jauh ke birunya samudra tapi hati kita begitu kecut untuk terjun menikmati kedalamannya. Ya, cinta sebatas decak kagum yang macet di bibir atau bahkan tercekat dipangkal lidah.


Komitmen dan loyalitas sepertinya masih berbentuk benih yang di pendam didalam hati namun kita takut menyiraminya dengan keseriusan karena memang kita hanya menginginkan cinta itu sebatas benih tanpa memberikan kesempatan baginya untuk tumbuh mengakar dan lalu berbunga kasih dan sayang yang tulus serta keberanian untuk menebas halang, rintang, onak juga duri yang menghalangi jalan Ibu Pertiwi menuju masa depannya.


Perjalanan waktu telah memperlebar jarak kita dengan masa lalu dimana aksi-aksi patriotisme yang heroik ditemui dijalan-jalan. Enampuluh dua tahun bukanlah jarak yang teramat dekat bagi alam pikir untuk ditempuh guna menakar kembali kadar semangat juang para pahlawan. Sejarah yang telah kian lapuk dan usang mulai ditinggalkan seperti layaknya buku-buku tua yang teronggok di pojok-pojok ruang baca universitas-universitas.


Pernahkah kita rindukan kembali masa kecil kita saat duduk dibangku sekolah dasar...? diterik senin pagi, di lapangan atau dihalaman sekolah, begitu khidmat menghadap Sang Saka, memberikan penghormatan yang begitu jujur dan dalam saat ia mulai dinaikan menuju tiang teratas manyambut angin yang akan membuatnya berkibar begitu gagah. Tim obade menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan aku yakin di hati kita semua, pada saat itu, meski diruang yang paling dalam, kita ikut bernyanyi dan merasakan khidmatnya upacara penghormatan, padahal dimasa itu kita tak kenal kata Nasionalism, Patriotik ataupun Herois karena memang pada masa itu kata-kata tersebut tidak lah menjadi kata yang teramat perlu untuk diucap. Ya, cukup dengan pengakuan jujur di dasar hati bahwa kita bangga berpanas ria hanya demi untuk melihat kibar sang Merah Putih. Lalu bagaimana di masa kita sekarang....? apakah kita masih merasakan kebanggaan itu...? bukankah sejarah masa lalu kita membuktikan bahwa dimasa kecil kita, kecintaan terhadap tanah air begitu jujur dan tulus...?


Ya Allah, apa yang terjadi dalam diri kami ini...? apa yang akan terjadi nanti pada Tanah Air kami ini bila generasi kami yang akan datang nanti akan digerus cintanya terhadap Nusa Raya oleh arus modernisasi yang sebenarnya lebih pantas aku sebut dengan peracunan barat atas budaya lokal...?, aku belum berani membayangkan saat datang sebuah masa dimana akar budaya, pondasi sejarah atau semangat kepedulian pudar atau bahkan hilang begitu saja. Bangsa yang akan menjadi gamang karena tidak lagi memiliki identitas jatidiri.


Saat ini saja masalah yang dihadapi negeri ini sudahlah teramat pelik, ruwet dan sangat kompleks. Penjajah hadir ditengah-tengah kita, dalam berbagai wujud dan menyusup disetiap aspek kehidupan ini, bahkan di lini yang sangat fundamental. Seperti kanker atau tumor ganas yang merambat secara perlahan yang dengan kepandaiannya membius syaraf kita semua agar sakit tidak bisa dirasa, dilain tempat seperti kusta yang muncul dari sendi jari-jari untuk terus menggerogoti bagian-bagian tubuh kita tanpa harus menyerang jantung ataupun hati. Sementara itu di luar sana, para ahli-ahli penyakit menjadikan si pesakitan sebagai uji coba teori-teori baru mereka, bisa dan racun dalam wujud racikan obat atau serum terus menerus disuntikkan melalui selang-selang infus kedalam aliran darah dari tubuh yang telah pasrah menerima kenyataan bahwa ia sakit dan kini menjadi kelinci percobaan.


Korupsi, kejahatan yang teramat sangat biadab hidup subur di Negeri ini, dimana-mana, mulai dari lapisan elite hingga yang paling bawah. Korupsi adalah madzhab baru di Indonesia, dan penulis yakin akan butuh waktu dan tenaga yang super ekstra untuk menghambat pertumbuhannya. Korupsi tidak hanya ada dan tumbuh dilingkungan birokrasi saja melainkan berbiak seperti virus dalam diri masing-masing kita. Nafsu dan ambisi adalah mediasi tumbuh kembangnya virus tersebut, budaya konsumtif yang disisipkan disetiap tayangan televisi-televisi, gaya hidup borjuasi kaum kapitalis mulai menjadi mimpi-mimpi indah di tidur malam kita. Siapa tidak mau hidup berkecukupan, melihat kebutuhan keluarga terpenuhi, pendidikan anak-anak tidak terbengkalai, kesehatan terjamin...? semua pasti menginginkan hal itu. Seperti laba-laba yang mulai membangun sarang dengan jaring-jaringnya, beranak pinak menciptakan generasi laba-laba dan tentu jaring-jaring baru, dan hanya ada dua hal yang akan terlihat, Penjerat dan yang Terjerat.


Madzhab Korup adalah madzhab yang paling berbahaya, lebih berbahaya dari triad ataupun mafioso dimanapun. Banyak yang harus menjadi korban sia-sia dari eskalasi madzhab tersebut. Gelandangan, Pengemis, Anak-anak Jalanan, Pedagang Kaki Lima, Prostitusi, Kriminalitas, bahkan sampai mayat pun menjadi korbannya. Berapa dana pendidikan yang habis dikorup...? Berapa dana Rekonstruksi Pasca bencana, dana pendidikan dan kesehatan, yang raib entah kemana...? atau beranikah kita bertanya sudah berapa banyak keringat rakyat yang menguap dimulut pengikut madzhab korup...?. Jika saja tidak ada madzhab korup yang subur berbiak pasti akan banyak nasib dari penghuni tanah ini yang akan terangkat.


Kolusi dan Nepotisme, masih satu induk dengan Madzhab Korup merupakan sumber dari segala ketidak adilan dan berbagai macam kesenjangan yang ada. Syarat nya mudah, siapa mau menjilat dia akan dapat. Negeri ini seperti sebuah semangka yang ada dipantat singa diantara kerumunan binatang hutan yang kehausan, siapa ingin harus berani membujuk sang Singa agar mau berbagi, yang kecil harus rela antri di barisan belakang. Transparansi, keadilan yang bijaksana akan menjadi hal yang langka disaat seperti itu. Kolusi dan Nepotisme bibit munculnya konglomerasi raja tega yang akan menghalalkan semua cara demi urusan kelompok mereka. Siapa tidak mau hidup dengan kelancaran dan kemudahan...?. pada akhirnya yang cantik namun lemah akan tersingkir, yang suci dan bersih akan jauh tersisih.


“Setengah abad lalu, kekuasaan mendahului hukum. Kini keadaan lebih parah lagi: KEKUASAAN ADALAH HUKUM...!!, yang pertama telah menelan yang kemudian (Romain Rolland)”. Hukum seharusnya memiliki peran yang signifikan untuk memerankan ke-Maha Adilan Tuhan, hukum juga sejatinya merupakan representasi dari keberagaman dan perbedaan, hukum bisa dikatakan sebagai pondasi vital terwujudnya Kemerdekaan yang berdaulat, hukum bukan untuk golongan melainkan bersifat umum tanpa harus menitik beratkan kepada sesuatu apapun selain kebenaran. Bila hukum sudah diromankan dengan kekuasaan, kelompok atau golongan maka hukum itu sendiri akan menjadi detonator dari bom waktu yang akan memporakporandakan system ketata-hidupan masyarakat.


Di Negeri ini hukum masih jauh dari kokoh, hukum masih bisa dipelintir, dalil dan fakta mudah dipermainkan, asas diracuni dengan kepalsuan dan keadilan ditipu dengan keragu-raguan. Ciri utama dari masyarakat yang terjajah salah satunya adalah tidak adanya keadilan hukum karena hukum pada masa itu masih berupa aturan eksklusif yang diciptakan guna menjadi penegas siapa penjajah dan siapa yang terjajah. Banyak sekali kasus-kasus pelanggaran hukum berat yang harus membeku di peradilan kita. Mafia-mafia hutan, koruptor, penjaja kedaulatan, sama sekali tidak bisa tersentuh hukum secara adil, sedang disatu sisi, kaum-kaum marjinal (yang nota bene nya pewaris tahta sebenarnya) pelacur, Pedagang Kaki Lima, pencuri-pencuri kelas teri yang terpaksa karena kondisi dan situasi yang sampai kapanpun tidak akan berpihak dengan mereka, pelanggar lalu lintas, pendemo dll, harus berhadapan dengan hukum yang berwajah sangat bengis. Di dunia ini masih berlaku hukum sebab-akibat, tidak akan muncul asap tanpa adanya api. Bila kenyataannya seperti telah disebutkan diatas maka ancaman yang nyata ada ditubuh bangsa yang “merdeka” ini adalah KEBERPIHAKAN HUKUM. “Tuan jaksa, jawab tuan Jaksa, Undang-Undang mana bikinan siapa yang mengijinkan pejabat negara menganiaya rakyat dan menginjak-injak haknya (Ibunda, Widji Thukul)”.


Rakyat mewujudkan Kemerdekaannya, Kemerdekaan mewujudkan kedaulatan, Kedaulatan menciptakan Pemerintahan, Pemerintah menciptakan kemapanan, Kemapanan menjelmakan quo dan tiran, Tiran menjelmakan anarkhi, Anarkhi membesarkan ambisi, ambisi ditentang-rakyat ditantang dan lahirlah reformasi dialam yang katanya telah Merdeka.
“Reformasi ternyata hanya melahirkan para pahlawan kesiangan serta anggota dewan yang cengengesan (Dongeng dari negeri sembako, Acep Zamzam Noor)”.


Dua kali sejarah dalam kurun 62 tahun Indonesia merdeka membuktikan bahwa dengan kesatu-paduan tekad, apapun yang dikehendaki oleh rakyat, dengan kebersamaan yang kokoh dan kuat akan dapat dicapai. Reformasi, ibarat bayi yang dilahirkan dimasa susah, lahir prematur dan terpaksa masuk kedalam ruang inkubasi, dibutuhkan ketenangan dan kedewasaan serta kesabaran juga loyalitas dan komitmen untuk membesarkan bayi tersebut, segala sesuatunya dilakukan secara optimal dan intensif, karena bila itu tidak dilakukan, si bayi akan mengalami disfungsi metabolisme, daya tahan tubuhnya menjadi begitu rentan terhadap berbagai macam virus dan penyakit. Itulah yang terjadi di Tanah ini, Reformasi yang terlahir prematur akhirnya harus terserang berbagai macam penyakit yang menggerogoti metabolisme hingga akhirnya kini mengalami stagnasi pertumbuhan. Kaum oportunis bermunculan, jual beli idealisme, pelacuran intelektual merebak dimana-mana, egosentris golongan dan pada akhirnya reformasi yang dilakukan tanpa kesungguh-sungguhan dari setiap pemeran dan bangsa ini pada umumnya mengarahkan kemerdekaan pada kebebasan yang kebablasan, kebebasan yang pada akhirnya menjadi penjajah bagi kemerdekaan yang sebenar-benarnya. Semoga Allah memberi kita keberanian untuk mulai mencari makna dari kemerdekaan yang sesungguhnya... amin...


Kata, dimana makna…?
Makna, dimana rasa…?
Rasa, dimana suka…?
suka, dimana jiwa …?
jiwa, di rengkuh kata mendekap makna …